Prof. Haedar Nashir : Indonesia Masih Banyak PR

Prof. Haedar Nashir :  Indonesia Masih Banyak PR

Muhammadiyah, Patriot News- Indonesia  memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan agar menjadi negara yang unggul.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menjelaskan, masalah pertama yang harus dituntaskan adalah daya saing sumber daya manusia yang masih rendah.

Prof. Haedar menjelaskan,  di kawasan ASEAN saja, Human Development Indonesia berada di bawah enam negara ASEAN. Di tingkat global, kecerdasan intelektual bangsa Indonesia menempati posisi 113 dunia. Tidak jauh dari Timor Leste dan Papua Nugini.

Menurutnya, hal itu terjadi karena problem kemiskinan, kesehatan dan faktor lingkungan. Maka masih ada stunting dan lain sebagainya. “Saya sengaja mengajak kita agar membuka neraca Indonesia tadi bahwa meski ada positifnya, ada anugerahnya, tapi ada juga kekurangannya agar kita menjadi bangsa yang cedas dan berani jujur pada diri sendiri,” ungkapnya.

Dalam pidato peluncuran Universitas Muhammadiyah Sampit di Aquarius Boutique Hotel, Sampit, Selasa (16/5), Haedar mengatakan pemerintah harus serius bekerja mengatasi masalah SDM ini. Potensi yang ada sepatutnya dikapitalisasi dan diakselerasi hingga SDM Indonesia berkarakter kompetitif dan unggul.

Prof. Haedar juga berpesan agar pemerintah tidak bersikap santai dalam mengelola SDM dengan membesar-besarkan prestasi yang telah dicapai bangsa Indonesia. Sebab selain bersifat ilusi, hal itu,  juga melenakan target Indonesia untuk bersaing dan unggul di ranah global.

“Jadi layak kalau kita, seluruh warga bangsa, pemerintah dan seluruh komponen untuk muhasabah sekaligus mujahadah. Melihat ke dalam lalu bekerja sungguh-sungguh,” kata Haedar.

Dia mengingatkan, kalau sekedar bersenang-senang, kita insyaAllah bisa mengunggulkan segala kelebihan-kelebihan Indonesia. “Tapi hati-hati kalau itu yang terjadi, kita tidak bisa bangkit sebagai sebuah bangsa dan lalu introspeksi kenapa itu terjadi?” tegasnya.

Haedar mengutip beberapa beban mendasar seperti hutang negara yang mencapai Rp. 8.000 Triliun, hingga masalah korupsi yang mengakar. Indeks korupsi bangsa Indonesia bahkan makin buruk dan tak jauh beda dengan negara berkembang seperti Nigeria dan Bangladesh.

Semua itu, kata dia,  berakar dari sistem pembangunan SDM yang bermasalah, serta lalai akomodasi dari tiga sumber nilai utama bangsa Indonesia, yakni Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.

“Coba lihat, korupsi juga mestinya tidak terjadi karena agama manapun mengharamkan. Makanlah makanan yang baik dan halal. Tapi sistem bisa dibohongi, secanggih apapun dan makin pinter orang, makin pandai mengakali sistem,” kritiknya.

Prof haedar menegaskan, penegak korupsi pun, termasuk KPK mesti jujur. Kalau tidak jujur hilang legitimasinya sebagai lembaga pemberantas korupsi.

Jujur itu artinya, siapapun yang korupsi harus menjadi sasaran pemberantasan korupsi dan tidak boleh ada politisasi korupsi atau penindakan korupsi. Misalnya, ini dikejar, ini tidak dikejar, yang sudah tampak tidak dikejar, yang belum dicari-cari. Itu politisasi namanya. Kalau itu (terjadi), ambruk (bangsa Indonesia),” imbuh Haedar.

“Maka bagaimana caranya kita bangun negeri ini dengan spirit kebersamaan dan etos kemajuan agar menjadi negeri seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa; merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atau dalam bahasa agama, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” tutup Haedar. (afn/Muhammadiyah.id)